Kerajaan Aceh terletak di daerah yang sekarang dikenal dengan nama Kabupaten Aceh Besar. Nama Aceh menanjak dengan cepat pada abad ke-17. Sejak itu, seluruh Aceh berada di bawah naungan Aceh Besar yang berpusat di Kutaraja. Sultan pertama yang memerintah & sekaligus sebagai pendiri Kerajaan Aceh adalah Sultan Ali Mughayat Syah (1514-1528 M). Ali Mughayat Syah meluaskan wilayah kekuasaannya ke daerah Pidie yang bekerja sama dengan Portugis, kemudian ke Pasai pada 1524 M.
Dengan Kemenangannya terhadap dua kerajaan itu. Aceh dengan mudah melebarkan kekuasaan ke Sumatera Timur. Peletak dasar kebesaran kerajaan Aceh adalah Sultan Alauddin Riayat Syah yang bergelar Al-Qahar. Berbeda dengan Sultan Ali Mughayat Syah yang bekerja sama dengan Portugis, Sultan Alauddin Riayat Syah justru berusaha melawan Portugis. Dalam menghadapi tentara Portugis, ia menjalin hubungan persahabatan dengan Kerajaan Turki Usmani & Kerajaan-kerajaan Islam lain di Nusantara.
Pada masa pemerintahan Iskandar Muda, Kerajaan Aceh mencapai puncak kekuasaannya. Bandar Aceh di buka menjadi pelabuhan Internasional dengan jaminan pengamanan gangguan laut dari kapal perang Portugis. Penaklukan demi penaklukan tidak hanya dilakukan terhadap tanah Aceh & sekitarnya, melainkan juga meluas jauh ke luar Aceh. Ini menjadikan kekuasaan Aceh membentang dari daerah Deli sampai dengan Semenanjung Malaka.
Pada masanya Aceh menguasai seluruh pelabuhan di pesisir timur & barat Sumatera. Tetapi, usaha Aceh untuk menguasai Malaka yang diduduki oleh Portugis berulang kali mengalami kegagalan. Bahkan, untuk mengalahkan Portugis, Sultan bekerja sama dengan musuh Portugis, yakni Belanda & Inggris. Pada masa Sultan Iskandar Muda itulah, disusun suatu undang-undang tentang tata pemerintahan yang disebut Adat Makuta Alam.
Sultan Iskandar Muda wafat pada 1636 M & digantikan oleh menantunya, yakni Sultan Iskandar Tsani (1636-1641 M). Masa pemerintahannya tidak lama karena ia tidak memiliki kepribadian & kecakapan yang kuat seperti Sultan Iskandar Muda. Penggantinya adalah permaisurinya sendiri, yakni Putri Sultan Iskandar Muda yang bernama Syafiatu’ddin. Sejak Sultan Iskandar Muda wafat, Aceh terus menerus mengalami kemunduran.
Source: Pihak Ketiga |
Pada masa pemerintahan Iskandar Muda, Kerajaan Aceh mencapai puncak kekuasaannya. Bandar Aceh di buka menjadi pelabuhan Internasional dengan jaminan pengamanan gangguan laut dari kapal perang Portugis. Penaklukan demi penaklukan tidak hanya dilakukan terhadap tanah Aceh & sekitarnya, melainkan juga meluas jauh ke luar Aceh. Ini menjadikan kekuasaan Aceh membentang dari daerah Deli sampai dengan Semenanjung Malaka.
Pada masanya Aceh menguasai seluruh pelabuhan di pesisir timur & barat Sumatera. Tetapi, usaha Aceh untuk menguasai Malaka yang diduduki oleh Portugis berulang kali mengalami kegagalan. Bahkan, untuk mengalahkan Portugis, Sultan bekerja sama dengan musuh Portugis, yakni Belanda & Inggris. Pada masa Sultan Iskandar Muda itulah, disusun suatu undang-undang tentang tata pemerintahan yang disebut Adat Makuta Alam.
Sultan Iskandar Muda wafat pada 1636 M & digantikan oleh menantunya, yakni Sultan Iskandar Tsani (1636-1641 M). Masa pemerintahannya tidak lama karena ia tidak memiliki kepribadian & kecakapan yang kuat seperti Sultan Iskandar Muda. Penggantinya adalah permaisurinya sendiri, yakni Putri Sultan Iskandar Muda yang bernama Syafiatu’ddin. Sejak Sultan Iskandar Muda wafat, Aceh terus menerus mengalami kemunduran.